Ikhlas = Jalan Kemudahan
September 20, 2013
Terinspirasi dari seorang teman, yang menuliskan kalimat ini di tangannya, entah redaksinya persis sama atau tidak, yang jelas intinya demikian. Supaya nggak cepat lupa, dalihnya. Ya, kita memang tahu bahwa ikhlas itu harus, bahwa tanpanya seluruh amalan akan sia-sia, tapi ia begitu mudah luput dari kesadaran.
Ikhlas. Satu kata yang begitu ringan dilafazkan. Seperti kata-kata baik lainnya yang memang selalu lebih mudah berdiam di ujung lidah, yang andai dimaknai dan diamalkan dengan benar , sungguh ia memberi efek luar biasa bagi jiwa.
Ikhlas = jalan kemudahan. Saya turut mengamini kalimat ini. Mungkin keadaan kami berbeda, keadaan yang menuntun hati menyadari betapa pentingnya ikhlas, betapa kita butuh memilikinya. Bahwa, ikhlas akan mendatangkan kemudahan, atau menyebabkan keadaan kita terasa lebih mudah. Sepertinya kali ini ikhlas berkaitan dengan sikap (iman) kita terhadap takdir. Terhadap apa yang telah Allah tetapkan untuk dijalani, jalan itu tak mudah dilalui, hati (atau nafsu?) cenderung tidak menyukainya, mencari jalan lain_sesuatu yang lebih ringan_ tapi tak ada pilihan untuk saat itu,...maka berusaha melaluinya dengan ikhlas, akan lebih mudah.
Ikhlas = jalan kemudahan. Ia membuat kita lebih mudah menghadapi kenyataan. Memudahkan kita bersabar menerima sikap-sikap buruk atau tidak menyenangkan. Memudahkan kita menerima kondisi yang tak mudah. Intinya, memudahkan kita menjalani seluruh keadaan. Insya allah.
Ikhlas. Kata ini juga pernah ditanyakan oleh seseorang, ketika saya mengadukan suatu keadaan yang lahiriahnya tidak menyenangkan. Saya sedang belajar untuk itu, jawabku sekenanya. Dia menggeleng tak setuju. Tidak, ikhlas tidak sekedar dipelajari... tapi diamalkan, tegasnya. Seperti terbangun dari tidur, kesadaran itu menghapus kalimat ‘belajar ikhlas’ dari sekian kosakata yang saya pahami dan yakini.
Jangan belajar ikhlas, tapi ikhlaslah, karena ikhlas tak mengenal istilah setengah-setengah. Ikhlas bagai air yang memenuhi sebuah gelas, separuh atau seperempatnya sama dengan tidak ada. Ikhlas itu penuh, jika masih menyisakan ruang untuk riya, sakit, kecewa, atau amarah...bukankah itu sebenarnya menandakan tiadanya keikhlasan?
Sepertinya kita harus memeriksa hati, disaat terasa ada sesuatu yang menyesakkan di dalam dada, rasa yang membuat gelisah...barangkali ikhlas sedang tak berdiam di sana.
Sungguh diri ini lebih membutuhkan nasihat ini lebih dari yang lainnya. Semoga saya...dan engkau teman, saudariku yang mengingatkan dirinya lalu diriku dengan sebuah kalimat di tangannya, juga yang lain...selalu teringat akan hal ini serta dimudahkan oleh-Nya untuk mengamalkannya di seluruh keadaan.
Aamin Allahumma aamiin.
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (Tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Al Hadid: 22-23)
Wallahua’lam bishshawab.
0 comments