Sepotong Hati yang Telah Pergi

Oktober 25, 2024



Thufail sayang, apa kabarmu Nak? Aku tahu keadaanmu sekarang jauh lebih baik, tapi tak tahu sebaik apa. Aku tahu sekarang engkau pasti bahagia, tanpa rasa sakit, tak ada kesedihan, tapi tak tahu sebahagia apa. Tidak begitu penting pengetahuan ummi yang terbatas, meski dalam ketidaktahuan itu kerap terselip sesak dan rindu yang teramat sangat, tapi bukankah janji Allah itu pasti dan benar. Diantaranya, bahwa engkau adalah satu dari sekian jentik-jentik di surga. Seumpama jentik-jentik ikan di dalam air, yang tak bisa keluar darinya, yang bergerak bebas kian kemari di dalamnya, begitulah kelak...tak ada yang bisa menahan gerakmu yang kian kemari di dalam surga, tak ada yang akan mencegah apalagi melarangmu. Sungguh, kabar itu menjadi pelipur 😊hati yang terus merindukanmu Nak. 

Khalid Al Abasi yang bercerita tentang anaknya yang wafat, beliau bertanya pada Abu Hurairah radhiyallahu 'anha, "Wahai Abu Hurairah, tidaklah engkau mendengar dari Nabi sesuatu yang menenangkan jiwa kami atas kematian (anak-anak kami)?" Abu Hurairah berkata, "Aku mendengar Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Bayi-bayi kalian kelak menjadi jentik-jentik di surga." (HR. Muslim).

Thufail sayang, maafkan ummi...yang mungkin banyak lalai dan kurangnya saat merawatmu selama di dunia. Tapi tak ada tempat untuk berandai-andai, sebab segala titik koma perjalanan hidupmu di dunia telah tertulis rapi di Lauhul Mahfuzh, kitab yang mencatat segala takdir kita, tintanya telah mengering, tak akan basah oleh airmata. Segala yang berlalu, tak ada skenario lain yang bisa mengubahnya. Bukankah sakit hanya salah satu sebab diantara sebab-sebab yang ada, hanya salah satu jalan diantara jalan-jalan yang tersedia. Ada yang berpulang sebab sakitnya, ada yang berpulang sebab musibah, ada yang berpulang tiba-tiba (seolah tanpa sebab). Tapi dibalik itu semua, ada batas yang telah Allah tetapkan bagi setiap jiwa. Tidak bertambah karena kesehatan, tidak juga berkurang karena sakit yang menimpa. 

Thufail sayang, kehilanganmu adalah pengalaman pertama kehilangan orang terdekat bagi ummi, hati ummi begitu diuji, karena kau begitu dekat nak, dekat bagai nadi. Sungguh berat, namun Allah ringankan dengan pertolongan dan kekuatan dari-Nya, dengan nash-nash dan sirah salafus salih, keutamaan berpulangnya anak sebelum baligh, ketegaran dan kesabaran pendahulu dalam menerima takdir serupa... Sungguh ummi malu berkaca pada keimanan Rumaysho radhiyallahu 'anha atau Umar bin 'abdul Aziz rahimahullah. Pantaslah para salaf menjadi teladan, iman mereka bukan kaleng-kaleng, Nak. Jiwa mereka begitu baja. 

Anakku sayang, sungguh ummi menyayangimu, sungguh ummi mencintaimu, rasanya tak akan ada yang ummi percaya akan lebih besar sayang dan cintanya kepadamu selain diri ini, tapi...kalam Allah jauh lebih benar dari persangkaan ummi, Nak. Allah Maha Penyayang kepada seorang hamba, melebihi kasih sayang ibu yang paling penyayang kepada anaknya. 

“Sungguh Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada ibu ini kepada anaknya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
                                  ***

Thufail, penyejuk mata dan hati kami... 
Engkau hanyalah titipan di tengah-tengah kami. Tak sehelai rambut pun pada dirimu yang menjadi milik kami. Allah yang menghendaki hadirmu, mengizinkanmu beberapa saat bersama kami, juga Dia-lah yang berkehendak engkau kembali pada-Nya. 

Thufail anakku, inginnya Ummi, kau terus bersama kami. Ingin menimangmu lebih lama, mengalunkan surah berulang-ulang hingga lelap tidurmu seperti biasa, ingin menyaksikan tumbuh kembangmu di bawah asuhan kami hingga kelak dewasa, mendengar kata pertamamu, menyaksikan langkah kaki pertamamu, senyummu, tawamu, semuanya Nak. Tapi, Allah berkehendak lain. Dunia bukanlah tempat mewujudkan semua keinginan. Hanya di surga kelak nak, segala harap....Allah kabulkan. 

Anakku, bersama kepergianmu, turut terbawa potongan hati ini. Entah sebesar apa, tapi kini terasa, kebahagiaan selamanya tak lagi utuh di dunia ini. Tapi bukankah sudah semestinya demikian? Tidak seharusnya hati merasakan bahagia yang paripurna di dunia, sebab bahagia sejatinya kelak di sana, di dalam jannah. Hingga, jiwa seorang mukmin selalu tertaut pada negeri akhirat, tempat melepas segala penat. 
                               ***

“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS. Al Hadid: 22-23)

“Allah mencatat takdir setiap makhluk 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.”
(HR.Muslim no.2653) 

“Sesungguhnya awal yang Allah ciptakan (setelah ‘arsy, air dan angin) adalah qolam (pena), kemudian Allah berfirman, “Tulislah”. Pena berkata, “Apa yang harus aku tulis”. Allah berfirman, “Tulislah takdir berbagai kejadian dan yang terjadi selamanya” (HR.Tirmidzi, no. 2155) 

Note: Dalil-dalil dirangkum dari berbagai sumber. 

You Might Also Like

2 comments

  1. Luka ku belum sembuh.. sepertinya butuh waktu. Semoga kelak kita bisa kembali berjumpa di Jannah Nya… anak surgaku ❤️

    BalasHapus

Popular Posts

Total Tayangan Halaman