Ath-Thufail

Maret 27, 2024





Thufail bin Amr ad-Dausi, salah seorang sahabat nabi, perantara keislaman Abu Hurairah sang perawi hadits terbanyak, namun barangkali ..., kita lebih akrab dengan nama yang terakhir ini ketimbang dirinya. 


Ia adalah pemuka kabilah Daus, bangsawan, cendikiawan, dermawan serta pujangga yang syairnya bagaikan sihir, sebab kata-katanya yang memesona. 
Sebelumnya ia tak pernah mendengar perihal utusan terakhir dari Rabbnya, nabiyullah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, hingga kedatangannya ke negeri Makkah suatu hari. Para pembesar Quraisy menyambut tokoh mulia ini dengan hangat, sembari tiada henti memberinya wanti-wanti tentang sang Nabi. Berpesan agar jangan sampai mendekati Muhammad, yang konon perkataannya bagai sihir, memisahkan ayah dan anak, menjauhkan antar kerabat.

Awalnya, Thufail berusaha mematuhi pesan itu. Disumbatnya kedua telinganya agar tak satupun kata dari lisan Muhammad menembus pendengarannya. Tapi tak ada yang kuasa menolak ketetapanNya. Takdir telah mempertemukannya dengan sang Nabi. Bermula dari pesona ibadah beliau yang menyentuh hati. Ia pun menggugat diri.

"Betapa celakanya engkau, hai Thufail! Bukankah engkau seorang penyair? Engkau bisa membedakan mana yang baik dan yang buruk. Apa salahnya engkau mendengarkan dia? Jika ternyata baik boleh engkau terima, jika buruk maka tinggalkan!"

Ia pun terpaku mendengar apa yang keluar dari lisan Nabi, yang ia ketahui bukanlah sihir sebagaimana fitnah kaum Quraisy. Allah kemudian memenuhi hatinya dengan cahaya hidayah.

...

Thufail, akhirnya kusematkan nama beliau sebagai kunyah (baca: kun-yah), nama yang biasanya diawali dengan 'Abu' atau 'Ummu', dan tak hanya lazim disandang oleh seseorang yang telah memiliki anak saja. Setelah sebelumnya aku bingung memilih antara Khalid atau Uwais. Khalid menginspirasiku dengan keberaniannya, semangat jihadnya, pedang Allah yang terhunus. Uwais memikatku dengan baktinya pada sang ibu yang bagai kisah dongeng yang menakjubkan, bakti yang mengantarnya menuju surga, bakti yang membuat doa-doanya diijabah, hingga sahabat sekaliber Umar radhiyallahu'anhu pun dititahkan oleh Rasulullah untuk meminta didoakan.

Mengapa Thufail? karena menurutku, dialah sahabat yang kisahnya paling mirip dengan kisah hijrahku. Meski tidak persis, meski masih banyak keutamaannya yang belum mampu kutiru. 

Aku pun, awalnya pernah diwanti-wanti, hingga membuatku memutuskan untuk berhenti mengikuti kajian bermanhaj salaf yang baru beberapa kali kuikuti. Tapi sebuah perenungan membawaku kembali..., bukankah hati masih bisa mengenali kebaikan dan keburukan? Naif sekali rasanya jika bahkan dalam urusan beragama, urusan yang begitu istimewa antara seorang hamba dan Tuhannya, kita rela mem-beo tanpa mencari akar kebenarannya. Istikharah membuatku yakin dengan apa yang kujalani, dengan harap kupinta petunjuk dariNya, Dzat yang dariNya-lah berasal kebenaran itu, dan Ia menghilangkan ragu di hatiku. Toh, jika menghadapNya kelak, tak ada yang bisa membelaku, mengapa dulu di dunia menjauh dari jalan petunjukNya hanya karena sesama manusia...?! Sebuah egoisme yang selalu berhasil membuatku bertahan di antara dera godaan dan ujian.

Thufail radhiyallahu'anhu, nyatanya juga seorang pujangga. Syair-syairnya memberi pengaruh di hati yang mendengarnya. Lagi-lagi, kami sama-sama senang bermain dengan kata, meski..., aku jelas tak selihai dengannya, bahkan belum layak pula disebut pujangga. Hehe....

Nah, yang menjadi catatan bagiku..., kapan aku bisa meniru jejak Ath-Thufail yang lain agar bisa semakin mirip dengan keutamaan beliau...?! Meski aku merasa, kami pun sama-sama berwatak sedikit keras (ehm), terbukti di awal dakwahnya beliau pun tanpa ba-bi-bu saat mengenalkan Islam pada ayah dan isterinya, beruntung mereka mudah menerima seruannya. Ketika mendakwahi kaumnya dan tidak ada yang menerimanya selain Abu Hurairah, beliau segera mengeluh pada Rasulullah dan mengecap mereka sesat. Rasulullah pun mendoakan serta menasihatinya agar lemah-lembut dalam berdakwah. Akhirnya segolongan besar kabilah Daus berbondong-bondong masuk Islam lewat dakwahnya yang hikmah. Nah, aku pun (ehm lagi) awalnya, melihat orang-orang di sekitarku sebagai... 'orang yang sulit didakwahi', cari yang lain sajalah yang kalem-kalem, sekalem diriku (uhuk). Hm... manuver dakwah beliau menjadi catatan biru untukku, how about me...?! Kubayangkan segolongan besar orang-orang yang dulunya enggan kulirik untuk menawarinya keindahan hidayah Islam, ternyata mau mendengar lalu menerima seruanku. Ah, aamiin....

Di akhir hidupnya, Thufail sukses meraih gelar syuhada, yang kelak diikuti pula oleh anaknya. 

Jadi, layakkah aku menyematkan nama beliau padaku...? Semoga. Meski aku tetap jauh berjarak di belakangnya, bahkan beliau segera berdakwah di kali pertama mengenal hidayah, maa syaa Allah.

Diposting di blog lama: 4/9/2015

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Total Tayangan Halaman